Soekarno
Soekarno
|
|
Presiden Indonesia ke-1
|
|
Masa
jabatan
18 Agustus 1945 – 12 Maret 1967 |
|
Perdana Menteri
|
Daftar[tampilkan]
|
Wakil Presiden
|
Mohammad Hatta (1945–1956)
|
Pendahulu
|
Tidak ada, jabatan baru
|
Pengganti
|
|
Soekarno di Konferensi Asia-Afrika
Dr.(H.C.) Ir. H. Soekarno1 (ER,
EYD: Sukarno, nama lahir:
Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya,
Jawa Timur,
6 Juni
1901 – meninggal
di Jakarta,
21 Juni
1970
pada umur 69 tahun)[note 1][note 2]
adalah Presiden pertama Republik Indonesia yang menjabat pada periode 1945–1967.[5]:11,
81 Ia memainkan peranan penting dalam
memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.[6]:26-32 Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta)
yang terjadi pada tanggal 17 Agustus
1945.
Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila
sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.[6]
Soekarno menandatangani Surat
Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya —berdasarkan versi yang
dikeluarkan Markas Besar Angkatan Darat— menugaskan Letnan Jenderal
Soeharto
untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan.[6]
Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal
Soeharto
untuk membubarkan Partai
Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti
anggota-anggotanya yang duduk di parlemen.[6]
Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
(MPRS)
pada sidang umum ke empat tahun 1967, Soekarno diberhentikan dari jabatannya
sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan Soeharto
menggantikannya sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.[6]
Nama
Ketika dilahirkan, Soekarno
diberikan nama Kusno oleh orangtuanya.[5]
Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur sebelas tahun namanya diubah
menjadi Soekarno oleh ayahnya.[5][7]:35-36 Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam
kisah Bharata Yudha yaitu Karna.[5][7]
Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa
huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan
"su" memiliki arti "baik".[7]
Di kemudian hari ketika menjadi
presiden, ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno
karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda)[7]:32. Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya
karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah, selain itu tidak mudah untuk
mengubah tanda tangan setelah berumur 50 tahun[7]:32. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Achmed
Soekarno
Di beberapa negara Barat, nama
Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika
Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan
bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?"[butuh rujukan] karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat
di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga.
Soekarno menyebutkan bahwa nama
Achmed didapatnya ketika menunaikan ibadah haji.[8]
Dalam beberapa versi lain,[butuh rujukan] disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Soekarno,
dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi
luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia
oleh negara-negara Arab.
Dalam buku Bung Karno Penyambung
Lidah Rakyat Indonesia (terjemahan Syamsu Hadi. Ed. Rev. 2011. Yogyakarta:
Media Pressindo, dan Yayasan Bung Karno, ISBN 979-911-032-7-9) halaman 32 dijelaskan bahwa namanya hanya
"Sukarno" saja, karena dalam masyarakat Indonesia bukan hal yang
tidak biasa memiliki nama yang terdiri satu kata.
Kehidupan
Masa
kecil dan remaja
Rumah masa kecil Bung Karno
Soekarno dilahirkan dengan seorang
ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai.[5]
Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan
di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja,
Bali.[5]
Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden Soekemi sendiri
beragama Islam.[5]
Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno
lahir.[9]:4-6,
247-251 Ketika kecil Soekarno tinggal
bersama kakeknya,
Ia bersekolah pertama kali di Tulung
Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto,
mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut.[5]
Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School,
sekolah tempat ia bekerja.[9]
Kemudian pada Juni
1911
Soekarno dipindahkan ke Europeesche
Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hogere Burger School (HBS).[5]
Pada tahun 1915,
Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke
HBS di Surabaya, Jawa Timur.[5]
Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S.
Tjokroaminoto.[5]
Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan
kediamannya.[5]
Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam,
organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin,
Musso,
Darsono,
Haji Agus Salim, dan Abdul Muis.[5]
Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo.[5]
Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda
Jawa) pada 1918.[5]
Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia"
yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.[9]
Soekarno sewaktu menjadi siswa HBS
Soerabaja
Soekarno bersama mahasiswa pribumi TH Bandung
tahun 1923. Baris belakang dari kiri ke kanan: M. Anwari, Soetedjo,
Soetojo, Soekarno, R. Soemani, Soetono/Soetoto(?), R. M. Koesoemaningrat,
Djokoasmo, Marsito. Duduk di depan: Soetono/Soetoto(?), M. Hoedioro, Katamso.
Tamat HBS Soerabaja bulan Juli 1921[10],
bersama Djoko Asmo rekan satu angkatan di HBS, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil
pada tahun 1921,[1]:38 setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada
tahun 1922
mendaftar kembali[1]:38 dan tamat pada tahun 1926.[11]
Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei
1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung
tanggal 3 Juli
1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur
lainnya.[1]:37 Prof. Jacob Clay
selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting
peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang
Jawa".[1]:37 Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo,[12]:167 selain itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes
Alexander Henricus Ondang.[12]:167
Saat di Bandung, Soekarno tinggal di
kediaman Haji Sanusi yang
merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.[5]
Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National
Indische Partij.
Sebagai
arsitek
Bung Karno adalah presiden pertama
Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek
alumni dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil
dan tamat pada tahun 1926. [note 3]
[note 4]
[13]
Pekerjaan
- Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
- Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan merancang beberapa rumah dan merenovasi total masjid Jami' di tengah kota.[14]
Pengaruh
terhadap karya arsitektur
Semasa menjabat sebagai presiden,
ada beberapa karya arsitektur yang dipengaruhi atau dicetuskan oleh Soekarno.
Juga perjalanan secara maraton dari bulan Mei sampai Juli pada tahun 1956 ke negara-negara Amerika Serikat,
Kanada,
Italia,
Jerman Barat,
dan Swiss.
Membuat cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia
secara holistik dan menampilkannya sebagai negara yang baru merdeka.[15]
Soekarno membidik Jakarta
sebagai wajah (muka) Indonesia terkait beberapa kegiatan berskala internasional
yang diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang
diharapkan sebagai pusat pemerintahan pada masa datang. Beberapa karya
dipengaruhi oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa
arsitek seperti Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu beberapa arsitek junior untuk
visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga dibuat melalui sayembara.[16]
- Masjid Istiqlal 1951
- Monumen Nasional 1960
- Gedung Conefo [16]
- Gedung Sarinah [16]
- Wisma Nusantara [16]
- Hotel Indonesia 1962 [17]
- Tugu Selamat Datang[17]
- Monumen Pembebasan Irian Barat[17]
- Patung Dirgantara[17]
- Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan sebagai seorang arsitek, Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide arsitektural kepada pemerintah Arab Saudi agar membuat bangunan untuk melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam bangunan dua lantai. Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haram secara besar-besaran pada tahun 1966, termasuk pembuatan lantai bertingkat bagi umat yang melaksanakan sa’i menjadi dua jalur dan lantai bertingkat untuk melakukan tawaf [13]
- Rancangan skema Tata Ruang Kota Palangkaraya yang diresmikan pada tahun 1957 [13]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar